Kamis, 26 Juli 2012

Kisah Sejuta Hikmah (10)


Muallaf

Imam Ash-Shadiq bercerita, bahwa dahulu ada dua orang bertetangga, yang satu muslimin dan yang sati lagi seorang kafir. kadang-kadang keduanya terlibat dalam diskusi tentang agama. muslimin yang saleh dan ahli ibadah ini, begitu indahnya menggambarkan dan mengenalkan Islam, hingga si kafir tertarik dan akhirnya masuk Islam.

                Pada suatu tengah malam, si tetangga Muslim itu mengetuk pintu rumah muallaf tersebut. Dengan rasa heran dan khawatir, dia bertanya: “Siapa?”
                “Aku, Fulan bin Fulan,” jawab tetangga muslim itu.
                “Apakah anda ada perlu pada malam-malam begini?” tanyanya.
                “Mari kita pergi ke masjid dan cepatlah ambil wudhu.” Sahut si Muslim. “Waktu-waktu begini adalah waktu bersembahyang tahajjud,” tambahnya.
                Lalu mereka pergi ke masji dan bersembahyang hingga menjelang waktu subuh. Kemudian mereka sembahyang subuh dan membaca dzikir serta doa-doa lain sampai udara agak cerah. Muallaaf itupun kemudian berdiri ingin pulang ke rumah.
                “Hendak ke mana?” tanya si Muslim.
                “Mau pulang ke rumah. Bukankah kita telah sembahyang subuh?” jawab si muallaf.
                “Sabarlah sebentar. Bacalah dzikir dahulu sampai terbit matahari,” pinta si Muslim.
                “Baiklah” sahut Muallaf itu.
                Muallaf itu pun duduk dan meneruskan bacaan dzikirnya hingga matahari terbit, kemudian dia berdiri ingin pergi, lalu temannya ini memberinya Al-Qur’an dan berkata: “Sekarang bacalaah Qur’an ini hingga matahari naik ke atas. Aku nasihatkan agar kau berniat untuk berniat puasa sunnat (sunnah) hari ini. Tahukah kau bagaimana besarnya pahala dan fadhillah (keistimewaan) puasa ini?”
                Waktu dzuhur pun sudah dekat. Si muslim berkata: “Bersabarlah. Sebentar lagi kita akan masuk waktu dzuhur dan kita sembahyang di masjid.”
                Setelah sembahyang dzuhur, si Muslim berkata lagi: “Bersabarlah. Sebentar lagi kita akan masuk waktu fadhilah Ashar, dan kita bersembahyang pada waktu fadhilahnya.”
                Setelah sembahyang Ashar, dia berkata lagi: “Sebentar lagi hari pun akan gelap.”
                Setelah maghrib, muallaf itu berdiri ingin berbuka puasa, tapi si muslim, berkata: “Bersabarlah. Sebentar lagi kita akan masuk waktu fadhillah Isya”.
                Setelah Isya’ muallaf itu berdiri dan pergi.
                Malam berikutnya muallaf itu mendengar ketukan pintu lagi.
                “Siapa?” tanyanya
                “Aku, fulan bin fulan, tetangga musliminmu, cepat ambil air wudhu dan mari kita pergi ke masjid.”
                “Aku telah keluar dari agama ini sepulangnya dari masjid semalam,” sahutnya. “Carilah orang lain yang tidak mempunyai pekerjaan, yang bisa menghabiskan waktunya Cuma di masjid. Aku orang miskin yang punya tanggungan. Aku harus mencari nafkah untuk keluargaku.”
                Setelah menceritakan kisah ini, Imam Shadiq berkata kepada sahabat-sahabatnya: “Orang yang ahli ibadah itu mengajak muallaf masuk Islam, tapi dia juga yang menjadikannya murtad. Dengan demikian, kalian senantiasa harus memperhatikan hal ini, yakni: jangan mempersulit orang lain, timbanglah kadar kemampuan seseorang agar mereka berhasrat kepada Islam dan tidak lari. Tahukah kalian, bahwa cara-cara Bani Umayyah adalah dengan kekerasan dan penekanan, tapi metode dan cara kita adalah dengan sopan santun, lemah lembut, bergaul dengan baik dan menarik hati.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar